Kekaisaran Romawi, yang pada puncaknya mencakup hampir seluruh wilayah Mediterania dan lebih jauh lagi, merupakan salah satu kerajaan terbesar dan paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Pada abad ke-3 Masehi, Kekaisaran Romawi menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal, yang menyebabkan terjadinya pembagian kekaisaran menjadi dua bagian besar: Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur. Pembagian ini, meskipun dimulai sebagai upaya untuk memperkuat kekuasaan dan efisiensi pemerintahan, akhirnya berkontribusi pada perbedaan perkembangan antara kedua wilayah tersebut, yang berujung pada jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat dan kelanjutan Kekaisaran Romawi Timur sebagai Kekaisaran Bizantium.
Latar Belakang Pembagian
Pada awalnya, Kekaisaran Romawi bersatu di bawah pemerintahan seorang kaisar, yang sering kali berkuasa atas seluruh wilayah kekaisaran yang luas. Namun, pada abad ke-3 Masehi, Romawi menghadapi sejumlah masalah serius:
Ancaman dari luar: Kekaisaran Romawi terancam oleh serangan dari berbagai suku barbar seperti Goth, Vandal, dan Huns di utara dan timur, serta serangan dari Persia di timur.
Krisis Ekonomi dan Sosial: Krisis ekonomi dan peningkatan pajak menyebabkan ketidakstabilan sosial. Selain itu, munculnya inflasi yang tinggi dan penurunan produktivitas pertanian mengganggu perekonomian.
Perebutan kekuasaan internal: Banyaknya pemberontakan internal, perpecahan di kalangan pejabat dan tentara, serta seringnya pergantian kaisar memperburuk situasi politik.
Administrasi yang tidak efisien: Kekaisaran yang luas membutuhkan pengelolaan yang sangat rumit. Pemerintahan yang terpusat di Roma terbukti tidak lagi efektif mengelola wilayah yang sangat besar ini.
Pembagian Kekaisaran Romawi
Untuk mengatasi krisis ini, pada tahun 285 M, Kaisar Diocletianus mengambil langkah drastis dengan membagi Kekaisaran Romawi menjadi dua bagian, dengan tujuan untuk mempermudah pengelolaan dan pertahanan. Pembagian ini dikenal sebagai Pembagian Kekaisaran Romawi dan menjadi titik awal dari sejarah yang panjang dan penuh gejolak bagi kekaisaran tersebut.
1. Kekaisaran Romawi Barat
Ibu Kota: Roma (kemudian pindah ke Ravenna)
Wilayah: Kekaisaran Romawi Barat mencakup sebagian besar Eropa Barat, Afrika Utara, dan sebagian wilayah barat dari Laut Mediterania. Wilayahnya meliputi Italia, Hispania (Spanyol), Gaul (Prancis), Britania (Inggris), dan Afrika Utara.
Pemerintahan: Diocletianus membagi kekuasaan di Kekaisaran Romawi menjadi dua bagian, dengan dirinya memerintah di bagian timur dan menunjuk seorang Kaisar Barat yang berkuasa atas wilayah barat. Diocletianus menunjuk Maximianus untuk menjadi Kaisar di bagian barat.
2. Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium)
Ibu Kota: Konstantinopel (sekarang Istanbul, Turki)
Wilayah: Kekaisaran Romawi Timur meliputi wilayah timur Kekaisaran Romawi yang mencakup wilayah Anatolia (Turki modern), wilayah Timur Tengah, dan sebagian besar wilayah Balkan. Bagian ini jauh lebih stabil dan kaya dibandingkan dengan Kekaisaran Romawi Barat.
Pemerintahan: Setelah pembagian tersebut, Kaisar Diocletianus mengatur agar ada dua penguasa utama, yaitu Augustus dan Caesar, dengan Diocletianus menjadi Augustus Timur dan Maximianus menjadi Augustus Barat. Setelah pensiun, Constantinus I menjadi Kaisar Romawi Timur dan mendirikan ibu kota baru di Konstantinopel pada tahun 330 M.
Pembagian Menjadi Tetap
Pada awalnya, pembagian ini bertujuan untuk mempermudah pemerintahan, tetapi pada akhirnya, kekuasaan kedua bagian kekaisaran menjadi semakin terpisah. Beberapa perkembangan penting yang memperkuat pembagian ini adalah:
Pemerintahan Terpisah: Meskipun Kaisar Romawi Timur dan Barat tetap mengakui satu sama lain sebagai penguasa kekaisaran yang sah, wilayah mereka mulai berkembang dengan cara yang sangat berbeda. Kekaisaran Romawi Timur, yang memiliki posisi geografis yang lebih aman dan ekonomi yang lebih kuat, menjadi lebih makmur.
Pengaruh Agama: Kekaisaran Romawi Timur menjadi pusat perkembangan agama Kristen. Pada tahun 313 M, Kaisar Constantinus I mengeluarkan Edik Milán yang mengizinkan kebebasan beragama, yang mengarah pada menjadi negara Kristen resmi pada tahun 380 M. Sebaliknya, Kekaisaran Romawi Barat mengalami masalah serius dengan konflik internal, termasuk serangan barbar yang semakin meningkat.
Serangan Barbar: Kekaisaran Romawi Barat semakin lemah di abad ke-4 dan ke-5, dengan serangan-serangan yang datang dari suku barbar. Pada tahun 476 M, Raja Odoacer, seorang pemimpin barbar, menggulingkan Kaisar Romawi Barat Romulus Augustulus, menandai berakhirnya Kekaisaran Romawi Barat. Sementara itu, Kekaisaran Romawi Timur bertahan dan bahkan berkembang, akhirnya dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium.
Dampak Pembagian
Kekaisaran Romawi Barat: Setelah jatuhnya Roma pada 476 M, wilayah Kekaisaran Romawi Barat terbagi menjadi beberapa kerajaan barbar yang independen, seperti Kerajaan Visigoth, Ostrogoth, dan Franka. Ini menandai akhir dari kekuasaan Romawi di Barat dan dimulainya Zaman Pertengahan di Eropa.
Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium): Kekaisaran Romawi Timur bertahan hingga jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 M ke tangan Kesultanan Utsmaniyah. Meskipun demikian, pengaruh kebudayaan dan sistem hukum Romawi bertahan lama, khususnya dalam tradisi Kekaisaran Bizantium dan sistem hukum Romawi yang mempengaruhi Eropa dan Timur Tengah.
Kesimpulan
Pembagian Kekaisaran Romawi pada abad ke-3 M adalah upaya untuk menghadapi tantangan yang semakin berat akibat krisis internal dan ancaman eksternal. Pembagian ini pada awalnya bertujuan untuk memperkuat pemerintahan, tetapi pada akhirnya menyebabkan terpisahnya nasib kedua bagian kekaisaran tersebut. Kekaisaran Romawi Barat yang semakin lemah akhirnya runtuh, sementara Kekaisaran Romawi Timur bertahan hingga lebih dari seribu tahun setelah pembagian tersebut, dan berlanjut menjadi Kekaisaran Bizantium. Pembagian ini memiliki dampak besar terhadap sejarah dunia, terutama dalam perkembangan kebudayaan, agama, dan politik di Eropa dan Timur Tengah.